Selasa, 15 April 2014

MENUNGGU PAHLAWAN #2

Beberapa hari ini, kita di jejali dengan informasi euforia pemilu 2014. Pemilu yang menjadi harapan bangsa 5 tahun kedepan akan lebih baik dari 5 tahun kebelakang. Harapan yang penuh dengan janji para politikus dan para tim sukses mereka. Kita, seperti terhipnotis dengan keadaan dan tampilan dari layar kaca televisi dan atau koran di gadget kita.Tiap jam, atau bahkan menit keadaan selalu berubah dan sangat terasa disayangkan untuk terlewatkan. Kenapa sangat sayang apabila terlewatkan? karena kalau kita seorang bisnisman, keadaan 5 tahun mendatang akan sangat menentukan strategi negara yang berimbas pada inflasi. Atau, apabila kita seorang PNS, 5 tahun mendatang akan sangat menentukan gaji bulanan atau gaji ke 13 selama 5 tahun kedepan. Atau jika kita di sektor yang lain entah itu buruh, nelayan, petani, maka akan sangat menentukan nasib kita. Seakan memang, diwaktu ini kita sedang menanti lahirnya seorang PAHLAWAN BARU!

Akan tetapi, akan sangat tidak etis jika kita hanya berpikir bahwa pahlawan baru itu berasal dari politik saja. Saya kira tidak! Kalau kita menilik tentang konsep Syumuliyah Mutakamilah, yang sangat ditekankan dalam konsep tarbiyah, bahwasanya dalam kehidupan ini segala aspek itu diperhatikan baik itu segi politik, pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan dan berbagai aspek lainnya. Dan tentunya, dalam berbagai bidang itu ada pahlawan masing masing, tidak hanya dalam segi politik saja.
Adil dalam melihat, bahwa pahlawan itu akan muncul dalam segala aspek kehidupan kita sebagai seorang yang berbangsa dan bernegara. Bahwa, dalam konsep kita, selayaknya kita tidak hanya terhipnotis dengan menunggu hadirnya PAHLAWAN BARU dalam perpolitikan negeri ini, tapi juga beragam PAHLAWAN BARU yang muncul dalam bidang yang lainnya termasuk adalah, bahwa pahlawan itu adalah DIRI KITA SENDIRI.
Saya katakan, bahwa akan sangat tidak adil kalau kita hanya menunggu pahlawan baru yang akan datang dihadapan kita. Karena, sebenarnya pahlawan itu bisa kita ciptakan dalam diri kita. Pahlawan itu, tercontohkan dalam tulisan #1 dari seorang shahabiyahbernama ummu mahjan. Beliau yang tua, miskin menjadi pahlawan hebat yang ditulis dalam kitab sejarah islam. Secara pemikiran umum, mungkin seorang yang miskin, dan tua seperti itu tidak mungkin tercatat dalam kitab sejarah, tapi ummu mahjan ternyata bisa mencontohkan, bagaimana sejarah mencatat pengorbanan hebat dalam dirinya hingga akhir hayat.
Begitu pula diri kita. Bagaimanapun keadaan kita, kita bisa menjadi pahlawan dalam kondisi apapun. Kita yang saat ini menjadi bisnisman, buruh, petani, nelayan atau PNS bisa menjadi pahlawan dalam kehidupan kita sendiri. 
Menjadi pahlawan, kita memberikan senyuman kepada orang lain. Dan cara paling mudah untuk mendapatkan senyuman dari orang lain, adalah kita tersenyum terlebih dahulu kepada orang lain.
Jadi, mengapa kita harus menunggu pahlawan itu datang, kalau kita bisa menciptakan pahlawan itu dari diri kita sendiri?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar