Kamis, 10 April 2014

BIRAHI INDUSTRI AYAM



Semalam, saya sempat diskusi dengan salah seorang TS Obat sewaktu perjalanan ke purwokerto. Topik yang dibahas adalah tentang hancurnya harga lifebird selama 6 bulan berturut turut, entah benar atau tidak tentang persepsi yang dibangung, tapi coba kita ambil hikmah saja.
Tentang harga lifebird yang awal mula kejadian, adalah di bulan oktober 2013 hingga april 2014 selama 6 bulan berturut. Diawali oleh pencapaian di tahun 2013 dari januari hingga September 2013 yang mana profit peternak sangat menggiurkan, sepertinya cukup meningkatkan birahi para investor untuk mengembangkan bisnis dibidang ini, termasuk para investor yang memiliki modal cekak beramai untuk berinvestasi kandang atau bagi yang bermodal besar membuka kemitraan dimana mana.

Dengan adanya peningkatan investasi di bidang budidaya perunggasan ini, membuat pembisnis di bidang ini ramai ramai membuat ayam, tujuannya adalah supaya keuntungan bisa berlipat dengan semakin banyak ayam yang dibuat. Alih alih mendapatkan keuntungan berlipat ganda, malah dengan adanya nafsu bisnis yang menggebu gebu ini, malah membuat peluang keuntungan menjadi jelek.
Jumlah kandang yang semakin pesat, serta diikuti dengan munculnya kemitraan baru, membuat supply ayam menjadi berlebihan jika dibandingkan dengan demand ayam itu sendiri. Perlu kita ingat, jika supply terlalu berlebih jika dibandingkan dengan demand, maka harga akan semakin rendah. Inilah yang menyebabkan harga ayam selama 6 bulan anjlok. Selain memang karena supply yang berlebih, harga lifebird semakin jomplang lagi karena memang demand ayam oleh konsumen (masyarakat) dari waktu ke waktu tidak menunjukan tanda positif akan meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi inflasi nasional yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan masyarakat.
Masih tentang berkembangnya jumlah kandang dan kemitraan baru (budidaya), hal ini tentu juga mengakibatkan demand DOC semakin tinggi. Perlu kita ingat, jika supply dibawah demand yang terjadi adalah kenaikan harga barang. Padahal, dalam ulasan sebelumnya sudah sering kita bahas, bahwa kebijakan pemerintah adalah impor GPS dan PS yang secara data juga menunjukan kenaikan signifikan. Kenaikan impor GPS dan PS ini, juga seharusnya meningkatkan jumlah supply DOC. Namun, sepertinya masih juga kurang jika dibandingkan dengan demand dari pihak budidaya. Pada akhirnya, kondisi inilah yang mengakibatkann harga DOC semakin mahal.
Posisi yang sulit inilah, yang seharusnya menjadi koreksi bersama. Pertemuan pinsar di Jakarta beberapa waktu lalu, yang sempat juga saya ikuti, salah satu point yang diusulkan adalah, bersama mengusulkan ke pemerintah untuk menjadikan bisnis investasi di bidang peternakan adalah bisnis investasi negative. Dengan adanya kebijakan itu, diharapkan calon investor di bidang budidaya akan berpikir ulang agar tidak semakin parah membuat kondisi supply demand semakin jomplang.
Pada akhirnya, mari bersama membuat porsi bisnis ini berimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar