Semalam, saya sempat diskusi dengan salah seorang TS Obat
sewaktu perjalanan ke purwokerto. Topik yang dibahas adalah tentang hancurnya
harga lifebird selama 6 bulan berturut turut, entah benar atau tidak tentang
persepsi yang dibangung, tapi coba kita ambil hikmah saja.
Tentang harga lifebird yang awal mula kejadian, adalah di
bulan oktober 2013 hingga april 2014 selama 6 bulan berturut. Diawali oleh
pencapaian di tahun 2013 dari januari hingga September 2013 yang mana profit peternak
sangat menggiurkan, sepertinya cukup meningkatkan birahi para investor untuk
mengembangkan bisnis dibidang ini, termasuk para investor yang memiliki modal
cekak beramai untuk berinvestasi kandang atau bagi yang bermodal besar membuka
kemitraan dimana mana.
Dengan adanya peningkatan investasi di bidang budidaya perunggasan
ini, membuat pembisnis di bidang ini ramai ramai membuat ayam, tujuannya adalah
supaya keuntungan bisa berlipat dengan semakin banyak ayam yang dibuat. Alih
alih mendapatkan keuntungan berlipat ganda, malah dengan adanya nafsu bisnis
yang menggebu gebu ini, malah membuat peluang keuntungan menjadi jelek.
Jumlah kandang yang semakin pesat, serta diikuti dengan
munculnya kemitraan baru, membuat supply ayam menjadi berlebihan jika dibandingkan
dengan demand ayam itu sendiri. Perlu kita ingat, jika supply terlalu berlebih
jika dibandingkan dengan demand, maka harga akan semakin rendah. Inilah yang
menyebabkan harga ayam selama 6 bulan anjlok. Selain memang karena supply yang
berlebih, harga lifebird semakin jomplang lagi karena memang demand ayam oleh
konsumen (masyarakat) dari waktu ke waktu tidak menunjukan tanda positif akan
meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi inflasi
nasional yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan masyarakat.
Masih tentang berkembangnya jumlah kandang dan kemitraan
baru (budidaya), hal ini tentu juga mengakibatkan demand DOC semakin tinggi.
Perlu kita ingat, jika supply dibawah demand yang terjadi adalah kenaikan harga
barang. Padahal, dalam ulasan sebelumnya sudah sering kita bahas, bahwa
kebijakan pemerintah adalah impor GPS dan PS yang secara data juga menunjukan
kenaikan signifikan. Kenaikan impor GPS dan PS ini, juga seharusnya
meningkatkan jumlah supply DOC. Namun, sepertinya masih juga kurang jika
dibandingkan dengan demand dari pihak budidaya. Pada akhirnya, kondisi inilah
yang mengakibatkann harga DOC semakin mahal.
Posisi yang sulit inilah, yang seharusnya menjadi koreksi
bersama. Pertemuan pinsar di Jakarta beberapa waktu lalu, yang sempat juga saya
ikuti, salah satu point yang diusulkan adalah, bersama mengusulkan ke
pemerintah untuk menjadikan bisnis investasi di bidang peternakan adalah bisnis
investasi negative. Dengan adanya kebijakan itu, diharapkan calon investor di
bidang budidaya akan berpikir ulang agar tidak semakin parah membuat kondisi
supply demand semakin jomplang.
Pada akhirnya, mari bersama membuat porsi bisnis ini
berimbang.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar