Secara alamiah, kemunculan kasus penyakit dalam suatu lingkungan peternakan
ayam tidaklah terjadi secara mendadak alias revolutif, akan tetapi secara
bertahap, sesuai dengan interaksi antara bibit penyakit (BP) yang ada dengan
ayam yang kita pelihara. Pemahaman atas tulisan ini tentu saja akan
mempermudah peternak untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit dalam
lingkungan peternakannya secara efektif dan strategis.
Ayam dan BP, termasuk juga makhluk hidup lainnya, secara universal mempunyai
sifat ego. Tegasnya, dalam menjaga kelestarian kehidupannya (baca:
eksistensi), sifat ini menjadi sangat penting sekali. Sebab kalau tidak,
makhluk hidup yang bersangkutan dengan cepat atau lambat akan lenyap dari
permukaan bumi alias punah.
Pada
BP, manifestasi dari sifat ego ini adalah kemampuannya untuk menerobos
mekanisme pertahanan tubuh ayam (kemampuan melakukan invasi), termasuk kemampuannya
untuk menggagalkan kerja suatu preparat antibiotika (kemampuan membentuk reaksi
resisten). Di lain pihak, sifat ego pada ayam dimanifestasikan dengan
keberadaan mekanisme pertahanan tubuhnya, baik itu melalui sel darah putih
(mekanisme fagositosis) ataupun melalui sel limfosit yang terkait dengan sistem
kekebalan (respon kekebalan).
Kemampuan
melakukan invasi (invasiveness) dari suatu BP dapat mengalami perubahan,
tergantung kondisi lingkungannya. Di lapangan, jika suatu BP tidak
mendapatkan induk semang atau lingkungan yang sesuai, maka lama kelamaan BP
tersebut akan mati atau setidak-tidaknya kemampuan untuk melakukan invasinya
akan melemah. Ini berarti, kemampuannya untuk merusak, apalagi untuk
menimbulkan penyakit pada ayam yang ada sangatlah kecil. Kondisi inilah
sebenarnya yang terkandung dalam makna “istirahat kandang”. Dengan kata
lain, jika kita melakukan istirahat kandang yang cukup, tidak hanya kemampuan
invasi suatu BP saja yang berkurang, akan tetapi variasi jenis dari BP di
sekitar ayam kita juga akan berkurang.
Sebaliknya,
dengan tanpa istirahat kandang atau juga pada peternakan yang “multi-age”
(dalam satu lokasi peternakan terdapat beberapa flok ayam dengan umur yang
sangat bervariasi), berarti BP selalu mendapatkan induk semang (dalam hal ini
ayam) yang sesuai. Karena adanya sifat ego, kondisi ini tentu saja akan
mendorong BP untuk meningkatkan daya invasinya dari waktu ke waktu. Suatu
ketika, daya invasi BP yang bersangkutan sudah berbeda sama sekali dengan
aslinya alias sudah terbentuk BP dengan strain atau tipe baru yang tentu saja
lebih ganas atau virulen. Jadi, peternakan yang “multi-age” atau peternak
yang mengabaikan istirahat kandang, secara tidak sengaja telah mendorong
terciptanya BP dengan keganasan yang lebih hebat, dan tentu saja, secara tidak
sengaja variasi jenis dari BP yang ada juga akan meningkat.
Sebenarnya
ada tiga strategi yang secara bersamaan dapat dilaksanakan dalam usaha mencegah
terjadinya kasus penyakit pada ayam yang kita pelihara. Ketiga hal tersebut
adalah:
1.
MENGURANGI POPULASI BP DI SEKITAR AYAM
Ayam
yang kita pelihara tentu saja akan sehat jika populasi BP di sekitarnya sangat
rendah, atau bahkan tidak ada sama sekali. Ada dua cara untuk mengurangi
populasi BP di sekitar ayam, yaitu dengan istirahat kandang yang cukup dan juga
dengan pelaksanaan proses-proses sanitasi/desinfeksi yang baik dan benar.
Umumnya, istirahat kandang berkisar antara 1-3 minggu, tergantung tingkat
keparahan dan frekuensi kasus penyakit yang pernah terjadi. Lama
istirahat kandang dihitung ketika kandang telah bersih dan didesinfeksi dengan
baik.
Untuk
mengoptimalkan usaha-usaha dalam mengurangi populasi BP di sekitar ayam yang
kita pelihara, tentu saja kita harus mempunyai fokus yang jelas. Target
mikroorganisme yang akan dikontrol jelas mikroorganisme yang selalu
mengakibatkan masalah di peternakan yang bersangkutan. Dengan kata lain,
target utama kita adalah BP yang dominan di lingkungan ayam yang
dipelihara.
Ada
beberapa cara untuk mengetahui BP yang dominan di sekitar ayam yang kita
pelihara, yaitu dengan membaca dan menganalisa sejarah kasus-kasus penyakit di
peternakan tersebut, melakukan diskusi dengan penanggungjawab peternakan, atau
bahkan bisa langsung melakukan pengamatan di lapangan secara periodik.
Informasi tentang kasus-kasus yang ada juga bisa ditambahkan informasi
dari dinas peternakan setempat tentang kasus-kasus endemik di area yang
bersangkutan.
Jika
BP yang dominan telah diketahui, maka tentu saja kita dapat mengetahui
interaksi antara BP tersebut dengan lingkungannya (aspek epidemiologis) dan
aktifitas BP tersebut di dalam tubuh ayam (aspek patogenesis). Material
yang digunakan untuk menyebar, misalnya feses, air liur atau ketombe bulu tentu
saja harus diberi perhatian lebih dalam usaha mencegah penyebaran BP lebih
lanjut. Dengan keberhasilan mengidentifikasi BP yang dominan juga akan
mempermudah menentukan strategi yang jitu untuk mengontrolnya, apakah
menggunakan vaksin, antimikroba, atau desinfektan tertentu.
Adapun
desinfektan yang dipakai tentu saja harus cocok dengan BP yang ada di dalam
lokasi peternakan yang bersangkutan, jadi bukanlah berdasarkan harga yang
paling murah atau karena sudah terlanjur kontrak. Mulailah menganalisa
efektifitas suatu desinfektan terhadap masing-masing kelompok mikroorganisme
yang ada. Rotasi penggunaan suatu desinfektan bukanlah disebabkan oleh
adanya BP yang resisten, akan tetapi lebih disebabkan oleh adanya perubahan BP
yang dominan dalam suatu area peternakan.
2.
MENCEGAH KONTAK ANTARA BP DENGAN AYAM
Selain
lingkungan yang bersih alias minim BP, ayam yang kita pelihara juga akan tetap
sehat jika tidak ada induksi BP baru ke lingkungan ayam yang dipelihara.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah induksi atau kontak baru
antara ayam yang dipelihara dengan BP yang patogen, yaitu:
·
Mengatur lalu lintas karyawan
(employee), kendaraan (vehicle), peralatan peternakan (fomite), dan hewan-hewan
liar di sekitar ayam (ferret animals) sesuai dengan konsep “biosecurity” yang baku.
Hal ini cukup penting, karena penulis pernah menemukan kesalahan dalam
menentukan rute kendaraan yang membawa pakan di dalam suatu peternakan dari
gudang pakan ke kandang-kandang ayam yang ada. Kandang-kandang ayam yang
bermasalah seharusnya mendapat pengiriman pakan yang terakhir, dengan kata
lain, rute mobil pembawa pakan tersebut harus selalu dievaluasi, sesuai dengan
kondisi kesehatan ayam dalam masing-masing kandang.
·
Secara rutin melakukan pemeriksaan
sumber-sumber air yang akan digunakan untuk peternakan yang bersangkutan,
karena BP dapat masuk ke lingkungan peternakan melalui air. Pemeriksaan
kandungan mikroba dalam air secara rutin tentu saja akan membantu menentukan
strategi pengolahan air yang tepat untuk mencegah kontak antara BP dengan ayam
yang ada.
·
Pakan ayam bisa juga “ditumpangi” oleh
BP tertentu untuk masuk ke dalam lokasi peternakan. Oleh sebab itu,
penanganan, penyimpanan dan transportasi pakan haruslah sesuai dengan tata
laksana pakan yang baku.
·
Insekta seperti lalat kandang, juga
dapat merupakan media potensial untuk membawa BP ke lingkungan ayam yang
dipelihara. Lakukan kontrol secara rutin dengan menggunakan insektisida
yang cocok.
3.
MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH AYAM
Yang
jelas, ayam akan tetap sehat jika total energi dan bahan-bahan nutrisi lain
yang dikonsumsi setiap hari memenuhi strandart kebutuhan masing-masing
strain. Dengan melakukan monitoring yang ketat terhadap tingkat konsumsi
pakan setiap harinya, maka secara tidak langsung kita sudah berusaha
meningkatkan daya tahan tubuh ayam dalam menghadapi BP yang ada.
Di
lain pihak, lingkungan ayam yang nyaman tentu saja akan mengurangi level stres
pada ayam. Daya tahan tubuh ayam akan lebih baik dalam lingkungan dengan
kadar amonia yang rendah, tidak berdebu, cukup oksigen, temperatur dan
kelembaban yang sesuai, dan tidak terlalu padat.
Pada
akhirnya, penggunaan vaksin yang cocok dan dengan program yang sesuai dengan
tantangan BP lapangan jelas akan membantu meningkatan daya tahan tubuh ayam
secara nyata. Juga penggunaan bahan-bahan antimikroba untuk program
pencegahan ataupun kontrol BP yang ada sangat membantu memperbaiki kondisi
tubuh ayam. Antimikroba yang dipakai haruslah efektif, artinya cocok untuk
BP yang ada dan juga strategis dalam penggunaannya.
Dengan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mencegah terjadinya
ledakan kasus penyakit di suatu lingkungan peternakan ayam tidaklah terlalu
sulit, asal kita secara konsisten melaksanakan hal-hal yang telah disebutkan,
dan itu tidak lain adalah implementasi tata laksana peternakan yang baik.
Penggunaan vaksin dan preparat antimikroba (antibiotika) hanyalah suatu
“asesori” dalam tindakan untuk mencegah suatu kasus penyakit di peternakan.
Jadi …, adalah suatu kesalahan yang sangat besar, jika kita mengandalkan vaksin
dan obat dalam mencegah penyakit di peternakan kita..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar