Rabu, 06 November 2013

Kalau Ayam "Ogah" Tumbuh


                 Menganalisa kasus ayam kerdil atau dalam bahasa “keren”nya disebut “Runting and Stunting Syndrome” (RSS) haruslah dilakukan dengan kepala dingin.  Jika tidak, saling tuding antara peternak broiler di suatu pihak dengan para pembibit di pihak lain akan terus berlangsung.  Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan dan akan mengakibatkan kasus yang terjadi tidak akan terselesaikan dengan baik.
                Kasus RSS sebenarnya pertama kali dilaporkan di Inggris pada tahun 1949, namun kejadiannya hanya sporadik dan setelah itu hilang dengan sendirinya.  Pada pertengahan tahun 1970 kasus yang mirip dilaporkan lagi di daratan Eropah dalam waktu yang hampir bersamaan dengan adanya perbaikan penampilan ayam broiler yang begitu progresif.  Setelah itu, kasus RSS terus menerus dilaporkan terjadi secara sporadik di berbagai belahan dunia, hanya saja dalam kadar yang tidak begitu hebat.
                Di Indonesia, kasus RSS pertama kali terjadi di Sumatera Utara pada pertengahan tahun 1994.  Saat itu hanya strain tertentu yang terserang, sehingga banyak peternak yakin akan adanya hubungan antara kasus RSS dengan genetik ayam tersebut.  Pihak pemerintahan pun pada saat itu terkesan tidak siap dan larut dalam emosi peternak yang terkena kasus, sehingga tergesa-gesa mengeluarkan larangan impor bibit ayam dari strain yang bersangkutan (walaupun larangan itu sekarang telah dicabut).

                Adalah suatu fakta, walaupun kasus RSS juga terjadi di berbagai belahan dunia, namun kasus yang terjadi di Indonesia merupakan kasus yang cukup hebat ditinjau dari sudut keparahan kasus yang terjadi.  Kejadiannya bukan lagi sporadik, akan tetapi sudah “mewabah”.  Dan ditinjau dari strain ayam yang terserang pun sudah beragam, walaupun dengan derajat keparahan yang bervariasi.
                Sampai saat ini, kasus RSS merupakan satu-satunya penyakit ayam di dunia di mana laboratorium tidak berdaya dalam meneguhkan diagnosa.  Mengamati kasus-kasus RSS, ada dua fenomena menarik yang sangat konsisten, yaitu:
·         Kegagalan ayam untuk tumbuh.  Dalam banyak kasus RSS, bobot badan ayam pada saat berumur 5 minggu sangat bervariasi, mulai kurang dari 200 gram/ekor (selanjutnya disebut “Runting”) sampai kurang dari 1 kg/ekor (selanjutnya disebut “Stunting”).
·         Fenomena yang fluktuatif.  Kasus RSS sangat berfluktuasi dalam derajat keparahan dan banyaknya ayam yang terserang jika dikaitkan dengan iklim, umur ayam induk, tata laksana peternakan, bobot DOC, jenis pakan, maupun strain ayam.
Pada pengamatan lapang terhadap kasus RSS yang terjadi, maka kasus-kasus RSS sebenarnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu (lihat juga tabel 1 terlampir):  
1.       Kelompok 1a dan kelompok 1b adalah gambaran kasus RSS yang umumnya disertai dengan tingkat kematian yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal.  Pada kelompok 1a, kematian tinggi biasanya terjadi pada ayam di bawah umur 3 minggu dan tanpa disertai dengan gangguan-gangguan syaraf.  Pada kejadian ini, banyak para ahli menghubungkan kasus RSS dengan kasus SMS (Spiking Mortality Syndrome) yang umumnya disertai dengan adanya gejala hipoglisemia (kadar gula darah di bawah kadar normal).  Sedangkan kelompok 1b, selain kematian tinggi, kasus RSS ini juga disertai dengan adanya gangguan syaraf seperti tortikolis, tremor, inkoordinasi, atau paralisa (kelumpuhan).  Gambaran kasus RSS dari kelompok 1b ini biasanya sering sekali dikelirukan dengan kasus-kasus ND (tetelo) ataupun infeksi oleh virus AE (Avian Encephalomyelitis).  Pada pengamatan histopatologis, gambaran kasus RSS dari kelompok 1b ini umumnya disertai oleh terjadinya encephalomalacia (kerusakan sel-sel syaraf otak).
2.       Kelompok 2a dan 2b ini biasanya mempunyai tingkat kematian yang relatif sama dengan flok ayam normal, hanya saja persentasi deplesi (penyusutan) ayam sangat tinggi.  Selain adanya gambaran RSS, kelompok 2a dan 2b ini ditandai dengan adanya variasi pada gejala klinis dan gambaran bedah bangkai.  Jika suatu flok ayam terserang kasus RSS, gambaran kelompok 2a (RUNTING) biasanya tidak lebih dari 5% (berkisar 3-5%), sedangkan gambaran kelompok 2b (STUNTING) sangat bervariasi, dari 5-50%.  Variasi ini umumnya terkait dengan kondisi peternakan dan tata laksana peternakan setempat.  Peternakan dengan tata laksana yang baik, biasanya mempunyai persentasi “stunting” yang relatif kecil.

                Mencari agen penyebab utama kasus RSS tidaklah semudah membalik telapak tangan.  Banyak para ahli penyakit unggas yakin, bahwa kasus RSS disebabkan oleh banyak faktor (multi-faktorial).  Itulah sebabnya mengapa kasus ini sangat sulit dibuktikan menurut postulat Koch.  Selain adanya gangguan pertumbuhan yang nyata, tambahan gejala klinis dan gambaran bedah bangkai pada setiap kasus RSS sangatlah bervariasi, tergantung faktor mana yang domin
                Yang jelas, hampir semua para ahli sepakat, bahwa dalam kasus RSS keterlibatan agen infeksius, khususnya virus-virus enterik, cukup dominan.  Itulah sebabnya, kasus RSS sebenarnya adalah kasus infeksius yang bersifat non-kontagius (agen penyebab infeksius tidak ditularkan lewat kontak langsung dengan ayam penderita).  Kotoran ayam (feses) diyakini sebagai media pembawa agen penyebab yang infeksius.  Untuk jelasnya, marilah kita bahas satu persatu faktor yang berperanan dalam kasus RSS.

ASPEK GENETIK
                Sudah tidak diragukan lagi, peranan para ahli genetika dalam meningkatkan produktifitas ayam broiler cukup besar.  Melalui seleksi genetik yang spektakuler sejak pertengahan abad keduapuluh, untuk mendapatkan bobot badan yang sama, lama pemeliharaan ayam broiler rata-rata berkurang 1,3 hari setiap tahunnya
                Seleksi genetik yang bertujuan untuk mengeksploitasi salah satu karakter tertentu sedikit banyak jelas akan membahayakan karakter yang lainnya.  Bukankah di dunia ini semuanya berada dalam keadaan seimbang dan harmoni?  Jika kita mengharapkan suatu karakter tertentu secara berlebihan, maka kita harus membayarnya, atau dengan kata lain harus ada karakter lain yang dikorbankan. 
Laju pertumbuhan yang sangat spektakuler yang disebabkan ayam mampu mengkonversi bahan-bahan pakan menjadi daging secara optimal dan dalam tempo yang singkat jelas akan mengakibatkan suatu kondisi stres internal, yaitu stres pertumbuhan.  Kondisi stres yang berkepanjangan ini tentu saja akan mengakibatkan terganggunya kemampuan adaptasi ayam, termasuk kemampuan dalam menghadapi persaingan hidup dengan mikroorganisme di sekitarnya.  Oleh sebab itu, tidak tertutup kemungkinan mikroflora usus ayam yang tadinya normal, dalam kondisi demikian justru akan mengakibatkan gangguan-gangguan pada pencernaan pakan.  Jika gangguan pencernaan disebabkan oleh keterlibatan mikroflora usus yang tadinya normal, sejauh mana kita bisa mendeteksinya dengan cara-cara yang konvensional?



TATA LAKSANA PETERNAKAN
Antar strain ayam broiler secara umum mempunyai pola pertumbuhan yang tidak begitu berbeda secara nyata.  Yang jelas, pada awal kehidupannya, pertumbuhan tipe hiperplasia (pertambahan bobot badan akibat pertambahan jumlah sel-sel tubuh = aspek kuantitatif) akan jauh lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan tipe hipertrofi (pertambahan bobot badan akibat perbesaran ukuran sel-sel tubuh = aspek kualitatif).  Perhatikan tabel 3 terlampir.
Gangguan-gangguan pada awal kehidupan ayam, misalnya gangguan pada konsumsi pakan, jelas akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan tipe hiperplasia.  Gangguan pertumbuhan tipe ini akan mengakibatkan ayam tidak bisa menampilkan potensi genetiknya secara optimal.  Dibandingkan dengan pertumbuhan tipe hipertrofi, pertumbuhan tipe hiperplasia relatif sulit dikompensasi.  Yang jelas, agar pertumbuhan ayam optimal, bobot badan ayam pada akhir minggu pertama harus berkisar 3,5 sampai 4,0 kali dari bobot DOC.
 Umum
Beberapa hal yang terkait dengan tata laksana peternakan jelas dapat mempengaruhi pertumbuhan ayam, yaitu:
·         Status dehidrasi.  Tubuh DOC (anak ayam umur sehari) sebagian besar mengandung air (kandungan air >80%) yang berfungsi sebagai media transportasi dan penyangga suhu tubuh.  Bisa dibayangkan, jika DOC tersebut mengalami dehidrasi pada awal kehidupannya, akankah pertumbuhan tipe hiperplasia akan berjalan normal?  Akankah konsumsi pakan akan terpenuhi?
·         Kepadatan ayam.  Jika DOC diletakkan pada induk buatan yang terlalu sempit, maka DOC tersebut akan mengalami stres sosial.  Dalam kondisi seperti ini jelas konsumsi pakan ayam tidak tercapai.  Di samping itu, kepadatan ayam yang terlalu tinggi jelas akan mengakibatkan kompetisi dalam mendapatkan pakan, sehingga selain ada gangguan pertumbuhan, keseragaman ayam juga akan lebih buruk.
·         Kondisi induk buatan (brooder).  Induk buatan diharapkan dapat memberikan lingkungan yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh anak ayam.  Jika temperatur lingkungan ayam terlalu berfluktuasi atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, maka pada tahap yang paling ringan anak ayam akan mengalami stres.  Selanjutnya konsumsi pakan tentu saja akan terganggu.
·         Pemberian pakan awal.  Penelitian secara intensif yang dilakukan oleh beberapa ahli unggas selama tahun 1996-1998 membuktikan bahwa pemberian pakan seawal mungkin dari kehidupan ayam akan menstimulasi perkembangan alat-alat pencernaan dan sistem pertahanan tubuh ayam.  Jika perkembangan sistem pencernaan lebih awal, tentu saja penggunaan bahan-bahan nutrisi yang terkandung dalam pakan akan jauh lebih efisien.
·         Kualitas dan tata laksana pemberian pakan.  Dengan mengamati tabel 2 di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jika terjadi gangguan pada konsumsi pakan sedikit saja, maka gangguan pada pertumbuhan ayam broiler sekarang jelas akan lebih nyata.  Apalagi ditambah dengan gangguan pada kualitas pakan yang digunakan.
·         Kondisi peternakan secara umum.  Tidak hanya mikroorganisme yang patogen (ganas) saja yang dapat mengganggu pertumbuhan ayam, akan tetapi juga mikroorganisme lingkungan dan debu kandang.  Dalam lingkungan yang kotor, ayam akan menggunakan sebagian energinya untuk mengeliminasi debu ataupun mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuhnya melalui sistem pernafasan.  Jadi energi yang ada tidak dikonversi sepenuhnya menjadi jaringan otot.

AGEN INFEKSIUS
                Banyak para ahli penyakit unggas yakin bahwa agen infeksius cukup berperanan dalam mengakibatkan kasus RSS.  Dari begitu banyak agen infeksius yang diduga, virus-virus enterik yang juga merupakan virus normal dalam saluran cerna ayam merupakan agen infeksius yang paling banyak diyakini mempunyai peranan penting dalam kasus ini.  Sampai saat ini, berdasarkan peranannya dalam kasus RSS, maka virus-virus enterik ayam dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
·         Virus-virus enterik yang diduga mempunyai peranan sebagai faktor pencetus, misalnya Reovirus dan atau Adenovirus.
·         Virus-virus enterik yang mempunyai peranan dalam membentuk infeksi kompleks dengan faktor pencetus, misalnya Enterovirus-like particles, Rotavirus, Parvovirus, Arenavirus-like particles, Calicivirus, dan juga Togavirus-like particles.
Anehnya, jika masing-masing virus enterik tersebut diinfeksikan ke DOC yang sehat, maka gejala RSS tidak akan muncul sama sekali.  Sebaliknya jika isi usus ayam yang menunjukkan gejala RSS (yang mengandung populasi virus tersebut) dicekokkan pada DOC yang sehat, maka gejala RSS akan tampak dengan variasi dalam tingkat keparahan dan jumlah ayam yang menunjukkan gejala RSS.   Ini berarti, dalam kasus RSS, gangguan pencernaan dan manifestasi klinis hanya akan tampak jika terjadi infeksi kompleks dari virus-virus enterik tersebut yang notabene juga merupakan mikroflora normal dalam usus ayam.  Itulah sebabnya, mengapa sampai saat ini uji-uji serologis tidak begitu banyak membantu dalam mencari penyebab kasus RSS yang potensial.
Selanjutnya, bakteri seperti Camphylobacter jejuni dilaporkan turut memperparah kasus RSS di lapangan.  Gejala klinis tambahan dan juga gambaran bedah bangkai sangat tergantung pada mikroorganisme mana yang dominan pada setiap kasus RSS tertentu.  Kondisi seperti ini juga yang menyebabkan mengapa adanya variasi pada gejala klinis dan gambaran bedah bangkai dalam kasus RSS (lihat juga tabel 4 dan 5).
Yang jelas, dari banyak penelitian yang telah dilakukan, peranan agen infeksius saja tidak cukup untuk menampilkan gambaran RSS seperti yang terlihat di lapangan.  Di lain pihak, pemberian vaksinasi Reovirus pada tingkat ayam bibit pun tidak mampu mencegah kejadian RSS pada progeninya (keturunannya).  Ini berarti ada faktor lain yang juga turut memainkan peranan tertentu dalam kejadian RSS.

FAKTOR IMUNOSUPRESI
                Faktor-faktor imunosupresi (menekan respon kekebalan tubuh) seperti stres, cemaran aflatoksin-B1 atau infeksi oleh virus-virus Mareks, Gumboro (IBD), Reo, atau Leukosis diketahui akan memperbesar peluang untuk terjadinya kasus RSS.  Kondisi imunosupresi juga akan mengakibatkan ayam lebih mudah terinfeksi mikroorganisme yang ada di sekitarnya.  Itulah sebabnya mengapa pada kasus RSS, gejala klinis tambahan dan juga gambaran bedah bangkai sangat bervariasi, tergantung mikroorganisme mana yang dominan yang mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada jaringan tubuh ayam.

BEBERAPA TIPS UNTUK MENGURANGI KASUS RSS
                Karena penyebab utama RSS belum diketahui secara pasti dan mengingat RSS disebabkan oleh banyak faktor, maka beberapa tindakan di bawah ini mungkin dapat membantu mengurangi beratnya kasus RSS di lapangan.  Kerja sama antara pihak perusahaan pembibit dan peternak broiler sangat diharapkan.

Tips Untuk Perusahaan Pembibitan Ayam:
·         Pastikan titer antibodi terhadap virus IBD, AE dan Reo dalam level yang protektif, terutama pada masa-masa rawan selama produksi telur, yaitu sekitar menjelang puncak produksi telur dan umur ayam sesudah 55 minggu.
·         Set telur tetas yang berasal dari flok yang sama dengan perbedaan bobot telur tidak lebih dari 8%.
·         Jangan menunda “pull chick” yang terlalu lama.
·         Jaga suhu ruang DOC sekitar 22oC dengan kelembaban relatif 50-70%.
·         Jika cuaca panas, sediakan udara segar sebanyak 4,3 m3 per-menit untuk setiap 1000 ekor DOC.
·         Minimkan faktor-faktor stres selama penanganan dan pengiriman DOC ke lokasi peternakan broiler.

Tips Untuk Peternakan Ayam Broiler:
·         Hindarkan stres karena kelalaian dalam penanganan induk buatan.
·         Beri pakan DOC yang baru tiba segera setelah diberi air minum yang mengandung laktosa monohidrat 1-2%.  Laktosa monohidrat ini diharapkan juga akan menstimulasi kolonisasi mikroflora usus normal ayam dalam tempo yang singkat.
·         Pastikan tempat pakan dan minum tersedia dalam jumlah yang cukup dengan distribusi yang baik.
·         Jaga sanitasi lingkungan kandang dengan melakukan desinfeksi yang terprogram.
·         Minimkan faktor-faktor stres, terutama yang terkait dengan tata laksana peternakan secara umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar