Kamis, 07 November 2013

Deteksi Dini Gangguan Pernafasan



          Gangguan pernafasan seolah “lekat” dengan kehidupan ayam moderen.  Ketika kita berbicara masalah tersebut, langsung terbayang suatu problem yang disebabkan banyak faktor (multi faktor).  Di samping secara normal memang terdapat cukup banyak mikroflora di permukaan saluran pernafasan ayam, kontak secara langsung dengan udara pernafasan (udara dari luar tubuh) sangat memungkinkan terjadinya kontak antara mikroba kontaminan dalam udara dengan alat pernafasan ayam.
 
Pada bangsa unggas (ayam) sistem pernafasannya sedikit banyak berbeda dengan bangsa hewan menyusui.  Rasio volume paru-paru unggas dengan volume tubuhnya umumnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan pada hewan menyusui.  Di samping itu, pada ayam, pertukaran gas/udara pernafasan terjadi di sepanjang kapiler-kapiler udara paru-paru yang berbentuk seperti jala, bukan di dalam alveolus (rongga udara dalam paru-paru).  Itulah sebabnya mengapa ayam atau bangsa unggas secara umum sangat mudah mengalami keracunan secara per-inhalasi.  (Ingat, dalam medan perang, tentara sering menggunakan ayam atau unggas lainnya untuk mendeteksi adanya gas beracun yang disebar oleh pihak musuh!!!).
                Banyaknya faktor yang terlibat dalam gangguan pernafasan mengakibatkan sulitnya melakukan diagnosa di lapangan.  Di lain pihak, seorang praktisi lapangan harus dengan cepat bisa menentukan diagnosanya, sehingga langkah-langkah pencegahan ataupun tindakan pengobatan dapat sesegera mungkin dilakukan.
                Pada ayam moderen, gangguan pernafasan adalah suatu problem yang tidak asing lagi buat para peternak.  Umumnya dikenal dengan “Chronic Complex Respiratory Disease” (CCRD) yang selalu diartikan infeksi kompleks antara Mikoplasma dengan kuman Koli.  Akan tetapi, pada kenyataannya, gangguan pernafasan yang memberikan gejala yang mirip dengan CCRD kadang kala bisa disebabkan kombinasi infeksi suatu faktor/mikrooganisme dengan mikroorganisme lain.  Itulah sebabnya gangguan pernafasan pada ayam moderen sering kali disebut dengan “CCRD-like” oleh beberapa praktisi perunggasan.
                Penyebab “CCRD-like” dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1.       Faktor penyebab primer, misalnya:  debu kandang dan/atau kadar amonia yang terlalu tinggi, adanya tantangan virus-virus tertentu (IB, ND, ILT) yang berasal dari vaksin aktif ataupun virus lapang, serta infeksi Mikoplasma (Mg/Ms).
2.       Faktor penyebab sekunder, misalnya: kuman Escherichia coli, Salmonella spp., Pasteurella spp., atau Haemophyllus spp.
Faktor-faktor dari kedua kelompok di atas dapat membentuk beberapa kombinasi untuk memberikan gejala “CCRD-like”.  Itulah sebabnya mengapa penggunaan preparat antibiotika dalam mengatasi kasus “CCRD-like” sering kali memberikan hasil yang sangat bervariasi.  Dalam hal ini, isu sudah terjadinya resistensi terhadap preparat antibiotika tertentu dengan mudah akan berkembang dan selanjutnya dapat membentuk opini umum yang keliru. 
                Kadang kala, kita sudah dapat mengarahkan diagnosa yang akan dibuat dengan menganalisa hubungan antara umur ayam dengan gangguan pernafasan yang terjadi.  Munculnya gejala gangguan pernafasan pada ayam biasanya berhubungan erat dengan status kekebalan yang diperoleh dari induk, kondisi ayam yang bersangkutan secara keseluruhan, serta kemampuan agen penyebab untuk menginvasi ataupun mengiritasi/merusak alat-alat pernafasan tertentu.  Perhatikan tabel satu yang tertera di bawah ini:

TABEL 1:  Korelasi umur ayam (minggu) dengan gangguan

                                    pernafasan yang mungkin terjadi


Umur ayam (mg):

ND:

IB:

AI:

ILT:

 

Mg/Ms:

SHS:

Cory-za:


NH3:

Pox:
Aspergillo-sis:

Ca  - cing:












0-1











1-2











2-3











3-4











4-5











5-6











7-dst
























Catatan:  ND (New Castle Disease), IB (Infectious Bronchitis), AI (Avian Influenza),
   ILT (Infectious Laryngo-Tracheitis), Mg/Ms
  (Mycoplasma gallisepticum / Mycoplasma synoviae),
                                  SHS (Swollen Head Syndrome), Coryza (Snot), NH3 (amonia),
  Aspergillosis (Brooder pneumoniae), Cacing (infestasi Syngamus trachealis).

Berdasarkan tabel di atas, jika dalam minggu pertama ayam sudah mengalami gangguan pernafasan, maka kemungkinan-kemungkinan kasus yang terjadi adalah:
¨       Infeksi Mycoplasma gallisepticum (Mg) atau Mycoplasma synoviae (Ms).  Hal ini terjadi karena mungkin ayam yang bersangkutan tertular Mg/Ms secara vertikal dari induknya.  Karena adanya faktor-faktor stres seperti penanganan DOC di gedung penetasan, jarak dan kondisi transportasi, serta perlakuan-perlakuan di komersil farm (tata laksana brooder dan vaksinasi), maka Mycoplasma yang ada di dalam tubuh ayam yang bersangkutan akan berkembangbiak dengan cepat, mengiritasi alat pernafasan dan mengakibatkan munculnya gejala-gejala klinis yang signifikan.
¨       Infeksi virus bronkitis menular (IB).  Pada ayam, infeksi IB mempunyai masa inkubasi yang termasuk singkat, yaitu antara 17-36 jam (rata-rata 24 jam).  Ini berarti, kalaupun DOC mendapat infeksi virus IB secara horizontal, maka hanya dalam tempo 24 jam gejala klinis akan terlihat dengan jelas.
¨       Adanya infeksi jamur Aspergillus fumigatus dan atau Aspergillus niger.  Kasus ini sering kali dinamai Aspergillosis atau Brooder Pneumoniae.  Jika DOC terhisap spora jamur tersebut di atas - baik yang terjadi di lingkungan penetasan, selama masa transportasi, maupun ketika berada di dalam brooder di farm komersil - maka gejala gangguan pernafasan dapat terlihat dalam tempo yang relatif singkat.  Perkembangan spora jamur akan mengiritasi alat pernafasan ayam, atau bahkan pada fase lanjut akan mengganggu aliran udara pernafasan.
Selanjutnya, gangguan pernafasan yang terjadi dalam minggu pertama dari umur ayam dapat juga merupakan suatu reaksi sesudah vaksinasi ND atau IB aktif.  Dalam kondisi normal, reaksi sesudah vaksinasi akan muncul pada hari kedua sampai hari keenam setelah pemberian vaksin aktif.  Jika gangguan pernafasan muncul pada hari ke tujuh ke atas, maka besar kemungkinan disebabkan oleh aplikasi vaksin yang tidak menyeluruh atau jeleknya sistem sirkulasi udara dalam kandang.
Gangguan pernafasan yang disebabkan oleh infeksi ND (dari virus lapang) paling cepat terjadi pada minggu kedua ke atas.  Umumnya para breeder akan melakukan vaksinasi ND yang ketat, sehingga antibodi terhadap ND yang ada diturunkan dari induk ke DOC dan akan melindungi anak ayam tersebut sampai minggu kedua.  Hal yang serupa sebenarnya terjadi juga untuk infeksi Avian Influenza (AI), akan tetapi konfirmasi keberadaan virus ini di Indonesia masih belum jelas, demikian juga laporan resmi tentang kejadian kasus AI pada peternakan ayam ras di Indonesia belum penulis temukan.
Gangguan pernafasan yang disebabkan oleh amonia biasanya terjadi setelah adanya akumulasi feses ayam dalam litter dengan jumlah yang signifikan.  Kondisi ini dapat terjadi setelah ayam berumur 3 minggu ke atas.  Konsentrasi amonia 25 ppm ke atas di dalam kandang akan mengakibatkan iritasi dan gangguan pernafasan yang ringan. Pada tahap selanjutnya, infeksi sekunder dengan mudah akan terjadi.
Infeksi virus ILT maupun cacar ayam (pox) dapat mengakibatkan gangguan pernafasan setelah ayam berumur 3 minggu ke atas.  Ayam yang berumur dua minggu ke bawah biasanya tidak suseptibel terhadap serangan kedua virus tersebut.
Sindroma kepala bengkak (Swollen Head Syndrome) sering terjadi dalam 5 tahun terakhir ini.  Umumnya menyerang ayam di atas 3 minggu.  Sampai sekarang, agen penyebabnya masih diperdebatkan, apakah disebabkan oleh infeksi murni suatu virus (Turkey Rhinotracheitis Virus/TRTV) atau merupakan infeksi kompleks antara beberapa virus (IB dan IBD) dengan kuman Koli.  Yang jelas, penggunaan antibiotika dan perbaikan sirkulasi udara dalam kandang dalam kasus ini hanya akan mengurangi tingkat keparahan kasus, walau tidak menghilangkannya sama sekali.
Infeksi kuman Haemophyllus paragallinarum (Coryza/Snot) umumnya terjadi pada ayam yang berumur lebih dari 3 minggu.  Di Mexico kasus Coryza yang ganas dapat ditemukan pada ayam potong sekitar 3 minggu.  Di Indonesia, kasus Coryza lebih sering terjadi pada ayam bibit atau ayam petelur komersil.  Umumnya, ayam yang berumur lebih dari 4 minggu mempunyai kepekaan yang lebih terhadap kuman penyebab snot.
Gangguan pernafasan yang disebabkan oleh infestasi cacing Syngamus trachealis relatif jarang.  Kalaupun terjadi, mungkin gejala klinis tidak tampak dengan jelas, karena populasi cacing belum sampai pada tahap mengganggu dan ayam sudah siap dipotong (pada broiler).  Sedangkan pada ayam bibit atau petelur komersil, infestasi cacing ini juga tidak tinggi.
Dalam melakukan diagnosa gangguan pernafasan, hal-hal yang berhubungan erat dengan karakteristik agen penyebab sedikit banyak juga harus dikuasai, misalnya:  bagaimana kecepatan penyebarannya (morbiditas), jumlah ayam yang mati (mortalitas), atau bahkan yang juga harus dikuasai adalah masa inkubasi dan lamanya perjalanan penyakit yang disebabkan oleh agen-agen infeksius.  Sebagai contoh, infeksi virus ND dan IB mempunyai pola morbiditas tidak berbeda terlalu banyak, akan tetapi mempunyai pola mortalitas yang berbeda.  Gangguan pernafasan yang disebabkan oleh jamur Aspergillus umumnya tidak mempunyai morbiditas yang tinggi.  Lihat tabel 2 di bawah ini:

TABEL 2:  Masa inkubasi dan lamanya perjalanan penyakit pernafasan
                                    pada ayam
NAMA
PENYAKIT:
MASA
INKUBASI:
PERJALANAN
PENYAKIT:



AI
3-5 hari
10-14 hari
POX
4-10 hari
lambat & lama
IB
17-36 jam
10-14 hari
ILT
2-12 hari
7-14 hari
ND
5-7 hari
10-14 hari
SHS
3-5 hari
5-10 hari
MYCOPLASMA
3-10 hari
lambat & kronis
CORYZA/SNOT
beberapa jam–3 hari
bbrp. hari s/d 3 bln.
ASPERGILLOSIS
beberapa jam–10 hari
2-6 mg (akut)
s/d 3 bln. (kronis)




Selanjutnya, dalam melakukan diagnosa gangguan pernafasan pada ayam, juga perlu dilakukan pengamatan terhadap gejala klinis di lapangan.  Dan tentu saja fokus pengamatan harus di sekitar alat-alat pernafasan, yaitu:
·         Apakah ada kebengkakan di daerah kepala, khususnya di area sinus-sinus kepala.
·         Apakah ada pengeluaran cairan yang berlebihan/abnormal dari rongga hidung.
·         Apakah ada suara-suara aneh pada saat ayam melakukan proses pernafasan
·         Atau apakah ayam menunjukkan posisi atau postur tubuh yang aneh pada saat melakukan pernafasan.
Dengan demikian, diagnosa dini akan mudah ditegakkan, sebab kalau tidak, dengan moorbiditas yang tinggi, kerugian besar tampak di depan mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar