Fenomena
kasus penyakit Snot alias pilek ayam menular, atau Coryza, pada peternakan ayam moderen ibarat bermain
“petak umpet”. Menjengkelkan, bahkan
kadang kala dapat membuat peternak kalap, sehingga dalam mengatasinya
penggunaan preparat antibiotika sudah tidak rasional lagi. Beberapa informasi dalam tulisan berikut
mungkin perlu disimak, agar kasus tidak merupakan langganan yang seolah tak
dapat ditampik.
Sebenarnya
ada beberapa faktor penting yang menjadi penyebab berulangnya kasus Snot di
lapangan, yaitu:
Ö Kelembaban
relatif di dalam kandang cukup tinggi, biasanya jika kelembaban relatif
rata-rata di atas 80%, insiden untuk terjadinya kasus Coryza menjadi sangat
besar.
Ö Fluktuasi
temperatur di dalam kandang sangat tinggi.
Perbedaan temperatur rata-rata antara siang hari dan malam hari lebih
dari 8oC akan menjadi faktor pencetus untuk terjadinya kasus Coryza.
Ö Tingginya
kadar amonia, debu dan tantangan virus (ND,IB) atau kuman (Mikoplasma) yang ada
di dalam kandang sangat mendukung untuk terjadinya kasus Coryza. Tegasnya, infeksi Mikoplasma yang kronis
misalnya jelas akan membuat peluang kasus Coryza menjadi lebih besar.
Ö Frekuensi
program vaksinasi yang menggunakan vaksin aktif dengan target organ di saluran
pernafasan yang tinggi, misalnya ND atau IB aktif.
Ö Tingginya faktor stres, misalnya kepadatan yang terlalu tinggi.
Untuk mengurangi ledakan kasus Coryza di lapangan, sangat
dianjurkan untuk meminimkan pengaruh faktor-faktor tersebut di atas. Akan tetapi, pengalaman lapang menunjukkan
pula tingginya kasus Coryza walaupun flok yang bersangkutan telah divaksinasi
dengan bakterin Coryza. Ada beberapa
alasan mengapa kasus Coryza sering sekali berulang, walaupun sudah dilakukan
program vaksinasi dengan baik:
q
Secara statistik, tingkat kegagalan vaksin
bakterin jauh lebih besar dari vaksin viral.
Tingkat kegagalan vaksin bakterin sekitar 30%, sedangkan vaksin viral
sekitar 5%.
q
Serotipe bakterin yang ada di dalam vaksin
tidak cocok dengan serotipe kuman lingkungan yang menjadi penyebab kasus Coryza
di lingkungan farm yang bersangkutan.
Perlu diketahui, di Indonesia yang menjadi penyebab kasus Coryza yaitu
kuman Haemophylus paragallinarum
serotipe A dan/atau C. Jika vaksin yang
digunakan adalah vaksin monovalen (hanya mengandung salah satu dari serotipe
yang disebutkan di atas), maka tingkat kegagalan program vaksinasi yang
dilakukan akan menjadi jauh lebih besar.
Jika serotipe kuman yang ada di lingkungan peternakan tidak diketahui
secara pasti, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan minimal vaksin bivalen
(mengandung serotipe A dan C). Berhubung
imunogenisitas serotipe C lebih rendah dari serotipe A, maka sangat dianjurkan
untuk memilih vaksin yang mengandung kedua serotipe tersebut dalam porsi yang
seimbang/proporsional. Perhatikan rasio
antara kedua serotipe tersebut dalam memilih vaksin Coryza yang akan
digunakan!!!
q
Seperti telah diketahui pasti, kuman Haemophylus paragallinarum akan
mempunyai karakter sebagai berikut:
·
Secara in-vitro (dalam media buatan), kuman
tersebut cenderung akan membentuk koloni dengan rantai yang panjang dan tidak
membentuk kapsel (selubung sel).
·
Secara in-vivo (di dalam tubuh ayam), kuman
tersebut selalu berada dalam bentuk sel yang tunggal dan selalu mempunyai
kapsel sebagai alat pelindung dari ancaman mekanisme pertahanan tubuh
host/induk semang, dalam hal ini ayam.
Pada hal, juga telah diketahui bahwa masing-masing komponen sel dari
kuman tersebut mempunyai kemampuan untuk menggertak zat kebal jika diberikan ke
dalam tubuh ayam. Oleh karena itu, jika
sediaan vaksin yang digunakan tidak mengandung cukup tinggi kapsel kuman
(capsular antigen), maka tubuh ayam tidak akan membentuk zat kebal terhadap
kapsel yang cukup memadai. Dengan kata
lain tingkat kegagalan vaksinasi akan menjadi jauh lebih besar. Perlu dicatat, untuk membuat vaksin Coryza
dengan keadaan sel yang lengkap (mempunyai kapsel) dibutuhkan teknik tersendiri
dan biaya yang relatif mahal. Oleh
karena itu, vaksin Coryza yang mengandung konsentrasi kapsel kuman yang relatif
tinggi mempunyai harga yang juga jauh lebih mahal!!! Jadi, untuk mengurangi kegagalan dalam
program vaksinasi Coryza, sangat dianjurkan untuk menggunakan vaksin Coryza
yang mengandung komponen sel kuman yang lengkap.
q
Adjuvan yang digunakan dalam sediaan vaksin
juga akan mempengaruhi tingkat kesuksesan program vaksinasi yang dilakukan,
karena adjuvan yang digunakan akan mempengaruhi kualitas komponen sel kuman
(terutama kapsel) selama penyimpanan vaksin tersebut). Ada 2 macam adjuvan yang sering digunakan
dalam vaksin Coryza:
¨
Adjuvan minyak mineral/minyak sintetik. Biasanya, jika vaksin Coryza menggunakan
adjuvan jenis ini mempunyai penampilan seperti sediaan susu.
¨
Adjuvan Al(OH)3
yang dikombinasi dengan
gelatin. Penampilan vaksin Coryza dengan
adjuvan jenis ini biasanya jernih dengan sedikit berkabut dan berbusa kalau
dikocok.
Beberapa
praktisi di lapangan mempunyai pengalaman yang cukup baik dengan vaksin Coryza
dengan jenis adjuvan Al(OH)3 yang ditambah dengan gelatin. DR. Yamamura (dari Nisseiken Institute –
Jepang) menduga bahwa viskositas sediaan vaksin dengan adjuvan ini sedikit
banyak akan menjaga kualitas kapsel yang ada.
Sayangnya, adjuvan Al(OH)3 menggertak kekebalan tidak sehebat
adjuvan minyak mineral atau minyak sintetik.
Walaupun memberikan reaksi pasca vaksinasi yang lebih hebat, vaksin
Coryza dengan adjuvan minyak ternyata memberikan reaksi imunitas yang lebih
baik. Oleh sebab itu, interval
pengulangan vaksinasi antara kedua jenis vaksin tersebut tidaklah sama. Kegagalan program vaksinasi Coryza di
lapangan mungkin disebabkan oleh kurang pekanya kolega praktisi lapangan dalam
menganalisa perbedaan jenis adjuvan ini.
q
Potensi vaksin yang digunakan juga akan mempengaruhi
tingkat keberhasilan program vaksinasi.
Untuk vaksin Coryza setidak-setidaknya potensi vaksin yang digunakan
adalah 106-108 PFU/ml. Perlu dicatat, harga suatu jenis
vaksin selalu berhubungan dengan potensinya!!!
Di lapangan,
ada beberapa hal yang patut diperhatikan, agar kerugian akibat kasus Coryza
tidak terlalu besar, misalnya:
Ø Pastikan
berikan vaksinasi Coryza pada flok ayam yang terletak di daerah rawan serangan
Coryza, paling tidak satu kali. Ayam
yang pernah mendapatkan vaksinasi Coryza akan mengalami penurunan produksi
telur yang tidak begitu hebat. Demikian
juga dengan keparahan kasus, jika terjadi akan jauh lebih ringan (misalnya
rendahnya persentasi ayam yang mengalami kebengkakan muka yang hebat).
Ø Untuk
mencegah penyebaran yang lebih luas, berikan preparat antiseptika dalam air
minum, agar kontaminasi oleh lelehan cairan hidung ayam penderita yang
mengandung kuman penyebab tidak poten menjadi media penyebaran kasus.
Ø Segera
berikan preparat antibiotika yang sesuai, misalnya preparat sulfa atau
fluorokuinolon untuk flok ayam yang menunjukkan gejala kasus Coryza. Agar kasus tidak berkembang, lama pemberian
antibiotika paling tidak 5 hari berturut-turut.
Ø Pastikan
sirkulasi udara di dalam kandang berjalan baik.
Tingginya kadar amonia dan debu dalam kandang akan memperparah kasus
yang terjadi.
Ø Umur ayam
dalam satu lokasi farm diharapkan tidak terlalu bervariasi. Adanya variasi umur ayam akan memberikan
kesempatan kepada agen penyebab untuk terus bercokol dalam lokasi farm yang
bersangkutan. Ayam yang berbeda umur
akan mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap tantangan Coryza di lapangan.
Ø Jaga lalu
lintas karyawan ataupun peralatan kandang.
Jangan memindahkan peralatan dari flok yang tertular ke flok yang sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar