Rabu, 06 November 2013

Air dan Kehidupan Broiler Modern


Air tak dapat dipisahkan dari suatu kehidupan, termasuk pada ayam broiler moderen.  Adanya masalah air minum selama pemeliharaan ayam broiler, baik dari segi kuantitas ataupun kualitas, tentu saja akan mempengaruhi penampilan akhirnya.  Tuaian panen jelas tidak sesuai dengan potensi genetik ayam yang dipelihara dan kerugianpun nyata di depan mata peternak.
Air bersih merupakan suatu komponen kimia yang sangat penting untuk kehidupan dan pertumbuhan ayam potong.  Sebagai ilustrasi, walaupun kehilangan sampai dengan 98% dari lemak tubuhnya atau 50% dari protein tubuhnya ayam akan tetap hidup.  Akan tetapi, jika kehilangan air tubuh sampai dengan 10%, ayam dewasa akan mengalami gangguan-gangguan fisiologis yang cukup serius.  Menurut Pattison (1993), kehilangan air tubuh sampai dengan 20% akan mengakibatkan kematian ayam secara nyata.


Kualitas Air
Kualitas air yang layak untuk suatu peternakan ayam dapat diamati melalui beberapa kriteria, yaitu:  keadaan warna, kekeruhan, tingkat kesadahan, derajat keasaman (pH), kandungan zat besi, total padatan yang terlarut, kadar nitrat/nitrit, kandungan senyawa logam berat serta total kandungan mikroorganismenya.  Di lapangan, pendeteksian dini kualitas air minum dapat menggunakan panca indera yang ada, misalnya dengan mengamati kekeruhan, perubahan warna, bau serta bagaimana efeknya pada kulit manusia.
Toleransi ayam terhadap beberapa mineral terlarut sangat terbatas.  Sebagai contoh, kadar maksimum beberapa mineral yang terkandung di dalam air yang dianggap layak untuk ayam broiler seperti yang tertera dalam tabel terlampir.

Tabel 1:  Kadar Maksimum Beberapa Mineral Dalam Air Minum Ayam
Jenis Mineral/Garam Mineral:
Kadar Maksimum (ppm):
Magnesium (Mg++)
125
Klor (Cl-)
250
Sodium (Na+)
200
Sulfat (SO4=)
250
Klorin
5

Air yang berasal dari daerah rawa-rawa umumnya tidak layak untuk peternakan ayam.  Umumnya mempunyai pH yang agak asam karena tingginya proses pembusukan dan fermentasi bahan-bahan organik yang ada.  Di samping itu, air rawa-rawa umumnya mempunyai kandungan mikroorganisme yang relatif tinggi.  Ini berakibat, air merupakan suatu sumber kontaminan yang potensial bagi lingkungan kandang ayam.
Derajat keasaman (pH) air minum ayam yang baik berkisar antara 6,8 – 7,2.  Ayam masih mau minum pada pH terendah 6,4 dan pH tertinggi 8,0.  Jika pH terlalu asam, maka penambahan soda kue (natrium bikarbonas) akan dapat membantu memperbaiki pH air.  Sebaliknya, penambahan asam jeruk (asam sitrat) akan memperbaiki pH air yang terlalu alkalis/basa.  Tentu saja, jumlah soda kue atau asam jeruk yang ditambahkan sangat tergantung pada derajat keasaman air yang ada.
Air yang mempunyai kesadahan yang tinggi umumnya mengandung kadar kalsium (Ca) atau magnesium (Mg) yang tinggi.  Kondisi seperti ini akan mengakibatkan penyumbatan-penyumbatan pada saluran air, mengganggu kelarutan dari preparat antibiotika ataupun disinfektan, merusak vaksin aktif, serta dapat mengakibatkan ayam mengalami diare yang cukup serius.  Penggunaan senyawa polifosfat dapat mengurangi tingkat kesadahan air.
Kandungan mikroorganisme yang tinggi akan mengakibatkan konversi pakan dan kematian ayam meningkat, seringnya terjadi kasus diare, serta banyaknya ayam yang akan diafkir karena pertumbuhannya sangat jelek.  Pemberian klorin 1-3 ppm dalam air minum ayam akan sangat membantu kondisi seperti ini. Kandungan klor melebihi 5 ppm dapat menurunkan daya minum ayam dan juga mengakibatkan ayam diare.  Pada pemberian klorin, selain dosis juga harus diperhatikan waktu kontak.  Artinya, diperlukan waktu minimum selama enam jam bagi klorin untuk membunuh sebagian besar mikroorganisme di dalam sediaan air.  Dengan kata lain, setelah pemberian klorin, air harus didiamkan terlebih dahulu selama 6 jam, baru diberikan kepada ayam.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, rendahnya kualitas air dalam suatu peternakan akan mengakibatkan kasus-kasus diare yang lebih tinggi.  Hal ini tentu saja akan mengakibatkan kadar amonia dalam kandang ayam akan lebih tinggi, dan pada akhirnya akan mengakibatkan berbagai gangguan pernafasan serta hasil akhir peternakan yang tidak optimal.
Preparat antibiotika yang bersifat basa lemah akan mudah larut dalam suasana asam lemah, demikian pula sebaliknya.  Kelompok Sulfonamida (preparat Sulfa) dan kelompok Beta-laktam (kelompok Penicillin) bersifat asam lemah, sedangkan kelompok Aminoglikosida (Steptomycin, Kanamycin, Neomycin, Gentamycin), kelompok Makrolida (Tylosin), kelompok Tetracyclin dan Linkosamida bersifat basa lemah.  Pencampuran vitamin ataupun elektrolit dalam preparat antibiotika dalam sediaan air minum kadang kala dapat mengganggu kelarutannya ataupun potensinya.

Kuantitas Air
Kadar air dalam tubuh ayam broiler yang berumur kurang dari 3 minggu kira-kira 85% dari bobot badan, sedangkan pada ayam dewasa tidak lebih dari 70%.  Gambaran ini memberikan makna bahwa problem dehidrasi (kehilangan cairan tubuh yang berlebihan) akan memberikan efek negatif yang jauh lebih nyata dan lebih sering terjadi pada ayam-ayam broiler muda.
Secara fisiologis normal, dalam tempo 36-48 jam setelah menetas, bobot badan anak ayam umur sehari (DOC – day old chick) akan mengalami penurunan sampai dengan 10-12% dari bobot badan awal pada saat menetas.  Selanjutnya, pada DOC kehilangan cairan tubuh lebih dari 12% akan mengakibatkan gangguan fisiologis yang serius alias sudah terjadi dehidrasi. 
Kejadian dehidrasi pada ayam broiler muda tentu saja akan mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi fisiologis tubuh secara keseluruhan.  Salah satu dampaknya adalah terjadinya gangguan proses mitosis (pembelahan) sel-sel tubuh yang selanjutnya akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan keseragaman ayam broiler yang dipelihara. 
Di lapangan, dehidrasi ringan pada tahap dini sering kali tidak terdeteksi dengan baik, dan umumnya lebih disebabkan karena tata laksana induk buatan yang tidak betul.  Jumlah tempat minum (drinker) yang terlalu sedikit, distribusi drinker yang tidak merata dalam induk buatan (brooder), serta suhu air yang terlalu rendah (lebih kecil dari 20oC) merupakan contoh kondisi-kondisi lapangan yang dapat mengakibatkan ayam tidak mendapatkan air minum yang cukup.
Ada beberapa gambaran klinis yang dapat diamati pada ayam yang mengalami problem dehidrasi, yaitu:
Ø  Bobot badan umumnya sangat ringan dan ayam tampak lesu.
Ø  Warna bulu kadang kala tidak homogen, tidak cerah (kusam), kasar, dan cenderung keriting.
Ø  Sisik kaki kering dan cenderung berbentuk cembung atau cekung, tidak rata dan tidak mengkilat.
Ø  Turgor (elastisitas) kulit hilang dan kulit cenderung melekat pada jaringan di bawahnya.
Ø  Ayam malas bergerak, mata cekung dan kelopak mata rata-rata tertutup.
Beberapa hal di bawah ini memang patut disimak, agar ayam broiler yang dipelihara dapat memperoleh air yang sesuai dengan perkembangan fisiologis ayam.  Tata laksana air minum ini harus sudah terjabar dengan baik mulai dari DOC dan sepanjang kehidupan ayam.  Hal-hal tersebut adalah:
Ø  Hangatkan air minum sebelum DOC dilepas di dalam indukan buatan (brooder).  Temperatur air yang hangat tentu saja sangat membantu keseimbangan temperatur tubuh DOC tersebut.  Ayam akan menolak minum jika temperatur air pada hari-hari awal kehidupannya di bawah 15oC.  Dengan demikian, dehidrasi dini dapat juga terjadi pada fase brooder.
Ø  Lakukan kontrol yang berkesinambungan terhadap rasio tempat air minum (drinker) dengan jumlah ayam yang ada.  Kontrol juga dilakukan terhadap distribusi dan ketinggian drinker terhadap tubuh ayam.  Ketinggian drinker yang baik adalah setinggi pundak ayam pada saat berdiri normal.
Ø  Bersihkan drinker setiap hari dengan desinfektan sesuai dengan dosis yang dianjurkan.  Jangan lupa melakukan pembilasan setelah penggunaan desinfektan.
Ø  Lakukan monitoring terhadap kualitas air minum yang digunakan paling sedikit setiap tiga bulan sekali.
Ø  Bila perlu, lakukan klorinasi secara rutin untuk mencegah masuknya mikroba baru ke dalam lingkungan kandang ayam.
Selain pakan yang berkualitas, penanganan air minum ternyata tidak dapat dianggap “sepele”.  Kadang kala, kegagalan vaksinasi juga terkait erat dengan kualitas air yang digunakan pada saat aplikasi vaksin.  Oleh sebab itu, untuk mendapatkan hasil yang optimal, biasakan melakukan kontrol terhadap kualitas air secara rutin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar